LOGOTERAPI
Konsep Dasar Pandangan
Frankl tentang Perilaku / Kepribadian
Pandangan Frankl
tentang kesehatan psikologis menekankan pentingnya kemauan akan arti. Tentu
saja ini merupakan kerangka, di dalamnya segala sesuatu yang lain diatur.
Frankl berpendapat manusia harus dapat
menemukan makna hidupnya sendiri dan setelah menemukan lalu mencoba untuk memenuhinya.
Bagi Frankl setiap kehidupan mempunyai makna, dan kehidupan itu adalah suatu
tugas yang harus dijalani. Mencari makna dalam hidup inilah prinsip utama teori
Frankl Logoterapi. Logoterapi memiliki tiga konsep dasar, yakni
Kebebasan berkehendak
(Freedom of Will)
Dalam pandangan
logoterapi, manusia adalah mahluk yang istimewa karena mempunyai kebebasan.
Kebebasan yang dimaksud dalam freedom of will seperti:
- Kebebasan yang bertanggungjawab.
- Kebebasan untuk mengambil sikap
(freedom to take a stand) atas kondisi-
kondisi tersebut.
- Kebebasan untuk menentukan sendiri
apa yang dianggap penting dalam
hidupnya.
Kehendak Hidup Bermakna
(The Will to Meaning)
Konsep keinginan kepada
makna (the will to meaning) inilah menjadi motivasi utama kepribadian manusia
(Frankl, 1977). Dalam psikoanalisa memandang manusia adalah pencari kesenangan.
Pandangan psikologi individual bahwa manusia adalah pencari kekuasaan. Menurut
logoterapi bahwa kesenangan merupakan efek dari pemenuhan makna, sedangkan
kekuasaan merupakan prasyarat bagi pemenuhan makna. Mengenal makna, menurut
Frankl bersifat menarik dan menawari bukannya mendorong. Karena sifatnya
menarik maka individu termotivasi untuk memenuhinya. Agar individu menjadi
individu yang bermakna, maka melakukan berbagai kegiatan yang syarat dengan
makna.
Makna Hidup (The
Meaning Of Life)
Makna yaitu suatu hal
yang didapat dari pengalaman hidupnya baik dalam keadaan senang maupun dalam
penderitaan. Makna hidup dianggap identik dengan tujuan hidup. Makna hidup bisa
berbeda antara satu dengan yang lainya dan berbeda setiap hari, bahkan setiap
jam. Karena itu, yang penting secara umum bukan makna hidup, melainkan makna
khusus dari hidup pada suatu saat tertentu. Setiap individu memiliki pekerjaan
dan misi untuk menyelesaikan tugas khusus. Dalam kaitan dengan tugas tersebut
dia tidak bisa digantikan dan hidupnya tidak bisa diulang. Karena itu, manusia
memiliki tugas yang unik dan kesempatan unik untuk menyelesaikan tugasnya
(Frankl, 2004).
Unsur-unsur Terapi
Munculnya gangguan /
kecemasan
Saat individu tidak
memiliki keinginan terhadap sesuatu (apapun), karena keinginan akan mendorong
setiap manusia untuk melakukan berbagai kegiatan agar hidupnya di rasakan
berarti dan berharga. Menurut Frankl (2004) terdapat dua tahapan pada sindroma
ketidakbermaknaan, yaitu:
- Frustasi eksistensial (exsistential
frustration) atau disebut juga kehampaan
eksistensial (exsistetial vacuum)
Menurut Koesworo,1992,
exsistential frustration adalah fenomena umum yang berkaitan dengan keterhambatan
atau kegagalan individu dalam memenuhi keinginan akan makna.
- Neurosis noogenik (noogenic neuroses)
Yaitu suatu manifestasi
khusus dari frustasi eksistensial yang ditandai dengan simptomatologi neurotik
klinis tertentu yang tampak (Koesworo,1992). Frankl menggunakan istilah ini
untuk membedakan dengan keadaan neurosis somatogenik, yaitu neurosis yang
berakar pada kondisi fisiologis tertentu dan neurosis psikogenik yaitu neurosis
yang bersumber pada konflik-konflik psikologis.
Teknik-teknik Terapi
Dalam logoterapi, klien
diajarkan bahwa setiap kehidupan dirinya mempunyai maksud, tujuan, dan makna
yang harus diupayakan untuk ditemukan dan dipenuhi. Hidup tidak lagi kosong
jika sudah menemukan sebab dan sesuatu yang dapat mendedikasikan eksistensi
kita. Victor Frankl dikenal sebagai terapis yang memiliki pendekatan klinis
yang detail. Teknik-teknik yang digunakan antara lain:
- Intensi paradoksal
Mampu menyelesaikan
lingkaran neurotis yang disebabkan kecemasan anti sipatori dan hiper-intensi.
Intensi paradoksal adalah keinginan terhadap sesuatu yang ditakuti.
- De-refleksi.
Frankl percaya sebagian
besar persoalan kejiwaan berawal dari perhatian yang terfokus pada individu.
Dengan mengalihkan perhatian dari individu dan mengarahkannya pada orang lain,
persoalan-persoalan itu akan hilang dengan sendirinya.
RATIONAL
EMOTIVE
Rational Emotive
Therapy atau Teori Rasional Emotif mulai dikembangan di Amerika pada tahun
1960-an oleh Alberl Ellis, seorang Doktor dan Ahli dalam Psikologi Terapeutik
yang juga seorang eksistensialis dan juga seorang Neo Freudian. Teori ini
dikembangkanya ketika ia dalam praktek terapi mendapatkan bahwa sistem
psikoanalisis ini mempunyai kelemahan-kelemahan secara teoritis (Ellis, 1974).
Teori Rasional Emotif ini merupakan
sintesis baru dari Behavior Therapy yang klasik (termasuk Skinnerian
Reinforcement dan Wolpein Systematic Desensitization). Oleh karena itu Ellis
menyebut terapi ini sebagai Cognitive Behavior Therapy atau Comprehensive
Therapy.
Konsep ini merupakan sebuah aliran
baru dari Psikoterapi Humanistik yang berakar pada filsafat eksistensialisme
yang dipelopori oleh Kierkegaard, Nietzsche, Buber, Heidegger, Jaspers dan
Marleu Ponty, yang kemudian dilanjutkan dalam bentuk eksistensialisme terapan
dalam Psikologi dan Psikoterapi, yang lebih dikenal sebagai Psikologi
Humanistik.
Tokoh teori Albert
Ellis ahli psikologi klinis sering
mengkususkan diri dalam bidang konseling perkawinan dan keluarga. Berdasarkan
pengalaman dan pengetahuannya dalam teori belajar behavioral, kemudian ia
mengembangkan suatu pendekatan sendiri yang disebut rational emotive therapy
(RET) atau terapi rasional emotif.
Ellis memandang manusia
bersifat rasional dan irasional. Orang berperilaku dalam cara-cara tertentu,
mempunyai derajat yang tinggi dalam sugestibilitas dan emosionalitas yang
negatif.
Para penganut teori RET
percaya bahwa tidak ada orang yang disalahkan dalam secala sesuatu yang
dilakukannya, tetapi setiap orang bertanggungjawab akan semua perilakunya.
UNSUR - UNSUR
Unsur pokok terapi
rasional-emotif adalah asumsi bahwa berfikir dan emosi buka dua proses yang
terpisah. Emosi disebabkan dan dikendalikan oleh pikiran. Emosi adalah pikiran
yang dialihkan dan diprasangkakan sebagai suatu proses sikap dan kognitif yang
intrinsik.
Ellis (Shertzer &
Stone, 1980, 175-176) mengemukakan ada 12 pikiran yang tak rasional yang dapat
menimbulkan perilaku neurosis atau psikologis :
1) Manusia yang hidup dalam masyarakat mau
tidak mau dapat dicintai ataupun ditolak oleh orang lain disekitarnya setiap
saat
2) Bahwa seseorang yang hidup dalam
masyarakat harus mempersiapkan diri secara kompeten, edekuat agar ia dapat
mencapai kehidupan yang layak dan berguna bagi masyarakat
3) Bahwa banyak orang dalam kehidupan
masyarakat yang tidak baik, merusak, jahat ataupun kejam dan oleh karena itu
patutlah disalahkan dihukum setimpal dengan dosanya.
4) Bahwa kehidupan mausia senantiasa
dihadapkan kepada berbagai kemungkinan malapetaka, bencana yang dahsyat,
mengerikan, menakutkan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh manusia dalam
hidupnya.
5) Bahwa ketidaksenangan atau penderitaan
emosional dari seseorang muncul dari tekanan ekternal dan individu hanya
mempunyai kemampuan sedikit sekali untuk mengontrol perasaannya atau untuk
menghilangkan perasaan depresi atau yang bertentangan
6) Bila ada suatu hal yang berbahaya atau
menakutkan, maka individu berusaha keras
untuk menghadapi dan mengatasi depresi atau yang bertentangan
7) Bahwa lebih mudah untuk menjauhi
kesulitan hidup tertentu dan tanggungjawab diri daripada usaha untuk mengadapi
dan mengahargainya hanya untuk menghargai bentuk disiplin diri.
8) Bahwa sisa pengalaman masa lalu semuanya
sangat penting karena hal itu berpengaruh sangat kuat terhadap kehidupan
individu dan menentukan perasaan dan perilaku individu yang ada sekarang
9) Bahwa individu akan lebih baik untuk
menghindarkan diri daripada mengerjakan sesuatu
10) Bahwa individu akan mencapai kebahagiaan
hidup dengan menyenangkan diri sendiri
11) Bahwa individu akan mencapai sesuatu derajat
yang tinggi dalam hidupnya untuk merasakan sesuatu yang menyenangkan, atau
memerlukan kekuatan supernatural untuk mencapainya.
12) Bahwa individu secara umum mempunyai nilai
diri sebagai manusia dan penerimaan diri untuk tergantung dari kebaikan
penampilan individu dan tingkat penerimaan oleh orang lain terhadap individu.
Teknik-teknik terapi
Teknik emotif (afektif)
a) Teknik Assertive Training , yaitu teknik
yang digunakan untuk melatih, medorong dan membiasakan klien untuk terus
menerus menyesuaikan diri dengan perilaku tertentu yang diinginkan
b) Teknik sosiodrama, yang digunakan untuk
mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan negatif) melalui
suasana yang didramatisasikan
c) Teknik self modeling atau diri sebagai
model, yakni teknik yang digunakan untuk meminta klien agar berjanji atau
mengadakan komitmen dengan konselor untuk menghilangkan perasaan atau perilaku
tertentu.
d) Teknik imitasi, yakni teknik yang
digunakan dimana klien diminta untuk menirukan secara terus menerus soal model
perilaku tertentu dengan maksud menhadapi dan menghilangkan perilakunya sendiri
yang negatif.
Teknik Behavioristik
a) Teknik reinforcement / penguatan, yaitu
teknik yang digunakan untuk mendorong klien kearah perilaku yang lebih rasional
dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun punishment/
hukuman.
b) Teknik social modeling/ penguatan
modeling, yakni teknik yang digunakan untuk memberikan perilaku-perilaku baru
kepada klien.
c) Teknik live models/ model dari kehidupan
nyata, yang digunakan untuk menggambarkan perilaku tertentu.
Teknik-teknik kognitif
a) Home work assigments/ pemberian tugas
rumah , klien diberikan tugas rumah untuk berlatih, membiasakan diri serta
menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menurut pola perilaku yang
diharapkan.
b) Teknik Assertive , teknik yang digunakan
untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan perilaku tertentu yang
diharapkan melalui role playing atau bermain peran.
TERAPI
KELOMPOK (GROUP THERAPY)
Kelompok adalah
kumpulan individu yang mempunyai hubungan antara satu dengan yang lainnya,
saling ketergantungan serta mempunyai norma yang sama. Kelompok terapeutik
memberi kesempatan untuk saling bertukar (sharing) tujuan, misalnya membantu
individu yang berperilaku destruktif dalam berhubungan dengan orang lain,
mengidentifikasi dan memberikan alternatif untuk membantu merubah perilaku
destruktif menjadi konstruktif.
Menurut Yosep (2007),
terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien
bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau
diarahkan oleh seorang therapis atau petugas kesehatan jiwa yang telah
terlatih. Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara
kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal.
Unsur-unsur terapi
a. Munculnya gangguan
Terapi kelompok digunakan ketika klien
tidak berhasil dalam penanganan secara terapi individu.
b. Tujuan terapi
- Meningkatkan identitas diri
- Menyalurkan emosi dna membagi
perasaan antar sesama didalam kelompok terapis
- Meningkatkan keterampilan
hubungan sosial
- Meningkatkan kemampuan hidup
mandiri
c. Peran terapis
Terapis harus memainkan peranan
yang aktif dalam mendorong kelompok untuk mencapai tujuan atau harapannya.
Teknik Terapi Kelompok
Ada beberapa bentuk
khusus terapi kelompok, antara lain :
a. Psikodrama
Psikodrama merupakan
suatu bentuk terapi kelompok, yang dikembangkan oleh J.L. Moreno pada tahun
1946, dimana pasien didorong untuk memainkan suatu peran emosional di depan
para penonton tanpa dia sendiri dilatih sebelumnya. Tujuan dari psikodrama ini
adalah membantu seorang pasien atau kelompok pasien untuk mengatasi
masalah-masalah pribadi dengan menggunakan permainan drama, peran, atau terapi
tindakan. Lewat cara-cara ini pasien dibantu untuk mengungkapkan
perasaan-perasaan tentang konflik, kemarahan, agresi, perasaan bersalah, dan
kesedihan. Sama dengan Freud, Moreno melihat emosi-emosi yang terpendam dapat
dibongkar (kompleks-kompleks emosional dihilangkan dengan membawanya ke
kesadaran, dan membuat energi emosional diungkapkan/katarsis).
Metode psikodrama yang
sangat Penting. Seperti yang dikembangkan dan dipraktekkan oleh Moreno,
psikodrama menggunakan tempat yang menyerupai panggung. Hal ini bertujuan supaya
pasien memainkan peran di alam khayal, dengan demikian ia merasa bebas
mengungkapkan sikap-sikap yang terpendam dan motivasi-motivasi yang kuat.
Ketika peran dimainkan, implikasi-implikasi realistic dan tingkah lakunya yang
dramatis menjadi jelas. Keterampilan terampis dalam mengenal dan menafsirkan
dinamika yang diungkapkan memudahkan proses terapi. Ada tiga tahap yang penting
dalam psikodrama:
1) Tahap pelaksanaan, dimana subjek
memerankan khayalan-khayalannya.
2) Tahap penggantian, dimana orang-orang
yang sebenarnya menggantikan orang-orang yang dikhayalkan subjek.
3) Tahap penjernihan, dimana diadakan
pengalihan dari kontak individu-individu pengganti ke kontak dengan
individu-individu di mana subjek memiliki kesempatan menyesuaikan diri dengan
mereka dalam kehidupan yang nyata.
Sebaliknya, Whittaker
memberikan suatu gambaran singkat tentang bagaimana sebaiknya psikodrama itu
dilaksanakan. Dia mengemukakan bahwa psikodrama menggunakan 4 instrument utama,
yaitu:
1) Panggung, yang merupakan ruang kehidupan
psikologis dan fisik bagi subjek atau pasien.
2) Sutradara atau pekerja.
3) Staf dari ego-ego penolong (auxiliary
ego) atau penolong-penolong teraupetik.
4) Para penonton.
Ego-ego penolong maupun
para penonton terdiri dari anggota-anggota kelompok lain. Strateginya adalah
memberi kemungkinan kepada subjek untuk memproyeksikan dirinya kedalam dunianya
sendiri dan membangkitkan respon-respon dari kawan-kawan anggota kelompoknya
sendiri. Selanjutnya, Whittaker mengemukakan 4 teknik yang bisa digunakan,
yaitu:
1) Presentasi diri. Pasien mempresentasikan
dirinya sendiri atau seorang figur yang penting dalam kehidupannya.
2) Memimpin percakapan sendiri. Pasien
melangkah keluar dari drama dan berbicara pada dirinya sendiri dan kepada
kelompoknya.
3) Teknik ganda. Seorangg ego penolong
berperan bersama dengan pasien dan melakukan segala sesuatu yang dilakukan
pasien pada waktu yang sama.
4) Teknik cermin. Seorang ego penolong
berperan sejelas mungkin menggantikan pasien. Dari para penonton, pasien
memperhatikan bagaimana dia melihat dirinya sendiri sebagaimana orang-orang
lain melihatnya.
Sutradara atau pekerja
berfungi baik sebagai produser maupun sebagai terapis. Sebagai produser, ia
memilih dan mengatur adegan-adegan yang juga memimpin tindakan (perbuatan)
psikodramatis. Adegan-adegan dipilih berdasarkan situasi-situasi yang
mengandung muatan emosional bagi pasien atau berdasarkan situasi-situasi dimana
pasien bertingkahlaku tidak tepat atau tidak efektif dalam situasi-situasi
seperti itu. Sebagai terapi, pekerja (sutradara) memberikan dukungan atau
klarifikasi kepada para actor, dan kadang-kadang memberikan penafsiran (sering
dengan bantuan para anggota kelompok lain) tentang adegan permainan itu.
Belakangan ini
psikodrama dilakukan oleh orang-orang yang mempraktekkan bermacam-macam teori
psikoterapi. Khususnya, para terapis Gestalt menggunakan psikodrama secara
luas. Psikodrama juga digunakan dalam terapi perkawinan, dalam terapi
anak-anak, penyalahgunana-penyalahgunaan obat bius dan alcohol, orang-orang
yang mengalami masalah-masalah emosional, di lingkungan penjara, untuk melatih
para psikiater dirumah sakit, untuk melatih orang-orang yang cacat, di
perusahaan dan industri, dan dalam pendidikan serta dalam mengambil keputusan.
Kegunaan psikodrama
adalah dengan mendramatisir konflik-konflik batinnya, pasien dapat merasa
sedikit lega dan dapat mengembangkan pemahaman (insight) baru yang memberinya
kesanggupan untuk mengubah perannya dalam kehidupan yang nyata.
b. Role playing (bermain peran)
Memainkan peran adalah
suatu variasi dari psikodrama yang tidak menggunakan alat-alat sandiwara
(drama). Taknik ini banyak digunakan untuk mendorong pasien berbicara dan
mengembangkan persepsi-persepsi baru dalam berbagai situasi kelompok, misalnya
diruang kelas, program-program hubungan manusia dalam bidang usaha dan
industri, dan pertemuan-pertemuan latihan (training)
c. Encounter groups
Encounter groups adalah
bentuk-bentuk khusus dari terapi kelompok yang muncul dari gerakan humanistik
pada tahun 1960-an. Encounter groups bertujuan untuk membantu mengembangkan
kesadaran diri dengan berfokus pada bagaimana para anggota kelompok berhubungan
satu sama lainalam suatu situasi diaman di dorong untuk mengungkapkan perasaan
secara terus terang. Encounter groups tidak berlaku bagi orang yang mengalami
masalah-masalah psikologis yang berat, tetapi hanya ditujukan kepada orang yang
dapat menyesuaikan diri dengan baik, berusaha memajukan pertumbuhan pribadi,
meningkatkan kesadaran mengenai kebutuhan-kebutuhan dan perasaan-perasaan
mereka sendiri serta cara-cara mereka berhubungan dengan orang lain.
Encounter groups
berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini melalui pertemuan-pertemuan yang
intensif atau konfrontasi-konfrontasi langsung dengan orang-orang baru.
Beberapa kelompok dibentuk sebagai kelompok-kelompok marathon yang mungkin
berlangsung terus-menerus selama 12 jam atau lebih. Karena bertolak dari
pendekatan humanistik, encounter groups, menekankan interaksi-interaksi yang
terjadi ditempat ini dan kini.
Fokus dari encounter
groups adalah mengungkapkan perasaan-perasaan yang asli dan bukan menafsirkan
atau membicarakan masa lampau. Apabila seorang anggota kelompok dipersepsikan
oleh orang lain bersembunyi di belakang kedok atau topeng sosial, maka orang
lain berusaha sedemikian rupa supaya orang tersebut membuka kedok itu, dan
dengan demikian mendorong orang itu untuk mengungkapkan perasaan-perasaannya
yang sebenarnya.
Teknik konfrontasi ini
dapat merusak bila para anggota kelompok memaksa mengungkapkan dengan terlalu
cepat perasaan-perasaan pribadi orang itu yang belum mampu ditanganinya atau
bila orang itu merasa diserang atau dikambinghitamkan oleh orang lain dalam
kelompok. Para pemimpin kelompok yang bertanggungjawab tetap berusaha mengendalikan
kelompok itu untuk mencegah penyalahgunaan tersebut dan mempertahankan kelompok
itu bergerak kearah yang memudahkan pertumbuhan pribadi dan kesadaran diri.
PENDEKATAN
TERAPI PERILAKU (BEHAVIOUR THERAPY)
Pendekatan behavioral
didasari oleh pandangan ilmiah tetang
tigkahlaku manusia yaitu pendektan ynag sistemati dan terstruktur dala
konseling. Pandangan ini melihat indvidu sebagai produk dari kondisioning
sosial, sedikit sekali melihat potensi manusia sebagai produse lingkungan.
(Corey, 1986, p. 175). Pada awalnya pendekatan ini hanya mempercayai hal yang
dapat diamati dan dukur sebagai sesuat yang sah dalam pengukuran keribadian.
Kemudian pendekatan ini dikembagkan lebi lanjut yang mulai menerima fenomena
kejiwaan yang abstrak seperti id, ego,
dan ilusi endekatan ini memendang perilaku yag malasua sebagai hasil belajar
dari lingkngan secara keliru.
Tehnik Terapi
1. Mencari stimulus yang memicu gejala gejala
2. Menaksir/analisa kaitan kaitan bagaimana
gejala gejala menyebabkan perubahan tingkah laku klien dari keadaan normal
sebelumnya.
3. Meminta klien membayangkan sejelas jelasnya
dan menjabarkannya tanpa disertai celaan atau judgement oleh terapis.
4. Bergerak mendekati pada ketakutakan yang
paling ditakuti yang dialami klien dan meminta kepadanya untuk membayangkan apa
yang paling ingin dihindarinya, dan
5. Ulangi lagi prosedur di atas sampai
kecemasan tidak lagi
SUMBER :
Corey
Gerald, Teori dan Paktek Konseling & Psikoterapi, PT Refika Aditama
: Bandung, 2007
Drs. Abdul
hayat, M.Pd, Teori dan Teknik Pendekatan Konseling, Banjarmasin, lanting
media aksara:2010
Purwaningsih,
W., & Karlina I. (2010). Asuhan keperawatan jiwa. Jogjakarta: Nuha
Medika.
Rasyid, J.
(2011). Psikologi klinis. Diperoleh dari:
http://julyarasyid.blogspot.co.id/2011/04/psikologi klinis.html (diakses pada
tanggal 24 April 2016)
Sari, L. T.
(2015). Terapi kelompok terhadap perubahan sikap perlindungan diri dari IMS
dana perilaku seksual pekerja seks komersial jalanan usia 15-18 tahun di
Denpasar Bali. Tesis. (diakses pada tanggal 25 April 2016)
Umar, F.
(2014). Behavioral konseling. Diperoleh dari:
http://konselingkedamaianhati.blogspot.co.id/2014/12/behavioral
konseling_17.html (diakses pada tanggal 24 April 2016)
Yosep, I.
(2007). Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.