I.
PSIKOTERAPI
Pengertian
Psikoterapi :
Psikoterapi
adalah usaha penyembuhan untuk masalah yang berkaitan dengan pikiran, perasaan
dan perilaku. Psikoterapi (Psychotherapy) berasal dari dua kata, yaitu
"Psyche" yang artinya jiwa, pikiran atau mental dan "Therapy"
yang artinya penyembuhan, pengobatan atau perawatan. Oleh karena itu,
psikoterapi disebut juga dengan istilah terapi kejiwaan, terapi mental, atau
terapi pikiran.
Tujuan
Psikoterapi
1.
Mengubah,
mengurangi, atau menghapus gejala dan gangguan psikologis.
2.
Mengatasi
gangguan pada pola perilaku.
3.
Meningkatkan
tumbuh dan berkembangnya kepribadian individu yang positif.
4.
Menguatkan
motivasi dalam diri klien untuk konsisten melakukan hal-hal yang positif.
5.
Menghapus
atau mengurangi tekanan emosional. Mengembangkan potensi dalam diri klien.
6.
Memperbaiki
kebiasaan buruk klien agar menjadi lebih baik.
7.
Modifikasi
struktur kognisi klien.
8.
Mendapatkan
pengetahuan tentang diri.
9.
Mengembangkan
kemampuan dalam berkomunikasi dan melakukan interaksi sosial.
10. Meningkatkan kemampuan dalam
pengambilan keputusan.
11. Membantu meyembuhkan penyakit
fisik melalui terapi psikologis.
12. Meningkatkan kesadaran diri.
Membangun ketegaran dan kemandirian untuk menghadapi masalah.
Unsur
psikoterapi
Masserman
(Karasu 1984) telah melaporkan tujuh “parameter pengaruh” dasar yang mencakup
unsur-unsur lazim pada semua jenis psikoterapi. Dalam hal ini termasuk :
1.
Peran
sosial (martabat) psikoterapis,
2.
Hubungan
(persekutuan terapeutik),
3.
Hak,
4.
Retrospeksi,
5.
Re-edukasi,
6.
Rehabilitasi,
7.
Resosialisasi dan rekapitulasi.
Unsur
– unsur psikoterapeutik dapat dipilih untuk masing-masing pasien dan
dimodifikasi dengan berlanjutnya terapi. Ciri-ciri ini dapat diubah dengan
berubahnya tujuan terapeutik, keadaan mental dan kebutuuhan pasien.
- Perbedaan antara psikoterapi dan
konseling
1. Konseling dan psikoterapi dipandang berbeda
dari lingkup pengertian antara keduanya.
2. Konseling berfokus pasa masalah
pengembangan, pendidikan dan pencegahan pada klien. Sedangkan psikoterapi lebih
memfokus pada masalah penyembyhan, penyesuaian dan pengobatan.
3. Konseling dijalankan atas dasar
(dijiwai) oleh falsafah atau pandangan terhadap manusia, sedangkan
psikoterapi dijalankan berdasarkan ilmu
atau teori kepribadian dan psikopatologi.
- Pendekatan terhadap mental illnes
Menurut J.P. Chaplin ada beberapa pendekatan psikoterapi terhadap
mental illness, diantaranya:
a) Biological
Meliputi keadaan mental organik,
penyakit afektif, psikosis dan penyalahgunaan zat. Menurut Dr. John Grey, Psikiater
Amerika (1854) pendekatan ini lebih manusiawi. Pendapat yang berkembang waktu
itu adalah penyakit mental disebabkan karena kurangnya insulin.
b) Psychological
Meliputi suatu peristiwa pencetus
dan efeknya terhadap perfungsian yang buruk, sekuel pasca-traumatic, kesedihan
yang tak terselesaikan, krisis perkembangan, gangguan pikiran dan respon
emosional penuh stres yang ditimbulkan. Selain itu pendekatan ini juga meliputi
pengaruh sosial, ketidakmampuan individu berinteraksi dengan lingkungan dan hambatan
pertumbuhan sepanjang hidup individu.
c) Sosiological
Meliputi kesukaran pada sistem
dukungan sosial, makna sosial atau budaya dari gejala dan masalah keluarga.
Dalam pendekatan ini harus mempertimbangkan pengaruh proses-proses sosialisasi
yang berlatarbelakangkan kondisi sosio-budaya tertentu.
d) Philosophic
Kepercayaan terhadap martabat dan
harga diri seseorang dan kebebasan diri seseorang untuk menentukan nilai dan
keinginannya. Dalam pendekatan ini dasar falsafahnya tetap ada, yakni menghagai
sistem nilai yang dimiliki oleh klien, sehingga tidak ada istilah keharusan
atau pemaksaan.
II.
TERAPI
PSIKOANALISIS
Konsep dasar teori psikoanalisis
tentang kepribadian:
Sigmund Freud mengemukakan tiga
struktur spesifik kepribadian yaitu Id, Ego dan Superego. Ketiga struktur
tersebut diyakininya terbentuk secara mendasar pada usia tujuh tahun. Struktur
ini dapat ditampilkan secara diagramatik dalam kaitannya dengan aksesibilitas
bagi kesadaran atau jangkauan kesadaran individu. Id merupakan libido murni
atau energi psikis yang bersifat irasional. Id merupakan sebuah keinginan yang
dituntun oleh prinsip kenikmatan dan berusaha untuk memuaskan kebutuhan ini.
Unsur unsur terapi psikoanalisis
:
1.
Muncul
Gangguan
Psikoterapi berupaya untuk
memunculkan penyebab masalah atau gangguan itu muncul melalui intervensi yang
ditinjau dari lingkungan, kepribadian, faktor ekonomi, afeksi, komunikasi
interpesonal dan lain sebagainya. Dengan usaha lebih mengenal penyebab gangguan
itu muncul klien dapat memperkuat diri agar terhindar dari resiko yang tinggi
dengan modifikasi interaksi terhdap lingkungannya.
2.
Tujuan
Terapi
Membentuk kembali struktur
karakter individu dengan jalan membuat kesadaran yang tak disadari didalam diri
klien Focus pada upaya mengalami
kembali pengalaman masa anak-anak.
3.
Peran
Terapi
Membantu klien dalam mencapai
kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal dalam
menangani kecemasan secara realistis
Membangun hubungan kerja dengan
klien, dengan banyak mendengar dan menafsirkan
Terapis memberikan perhatian
khusus pada penolakan klien
Mendengarkan kesenjangan dan
pertentangan pada cerita klien
Teknik- teknik terapi:
1.
Free
Association
Free Association sebagai teknik
utama dalam psikoanalisis. Salah satu pasien Freud, menyebut metode free
association sebagai “penyembuhan dengan bicara”. Maksudnya suatu metode terapi
yang dirancang untuk memberikan kebebasan secara total kepada pasien dalam
mengungkapkan segala apa yang terlintas dibenaknya, termasuk mimpi-mimpi,
berbagai fantasi, dan hal-hal konflik dalam dirinya tanpa diagenda,
dikomentari, ataupun banyak dipotong, apalagi disensor. Asosiasi bebas
merupakan suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lampau
dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatis masa lalu,
yang kemudian dikenal dengan katarsis. Asosiasi merupakan salah satu dari
peralatan dasar sebagai pembuka pintu keinginan, khayalan, konflik, serta
motivasi yang tidak disadari. Dalam tehnik ini Freud menggunakan Hipnotis untuk
mendapatkan data-data dari klien mengenai hal-hal yang dia pikirkan dialam
bawah sadarnya, dengan tehnik ini klien dapat mengutarakan apapun yang dia
rasakan tanpa ada yang disembunyikan sehingga psikoterapis dapat menganalisis
masalah apa yang sebenarnya terjadi pada klien. Penerapan metode ini dilakukan
dengan posisi klien berbaring diatas dipan/sofa sementara terapis duduk
dibelakangnya, sehingga tidak mengalihkan perhatian klien pada saat-saat
asosiasinya mengalir dengan bebas. Dalam hal ini terapis fokus bertugas untuk
mendengarkan, mencatat, menganalisis bahan yang direpres,
memberitahu/membimbing pasien memperoleh insight (dinamika yang mendasari
perilaku yang tidak disadari).
2.
Analisis
Transference
Transferensi adalah pengalihan
sikap, perasaan dan khayalan pasien. Transferensi muncul dengan sendirinya
dalam proses terapeutik pada saat dimana kegiatan-kegiatan klien masa lalu yang
tak terselesaikan dengan orang lain, menyebabkan dia mengubah masa kini dan
mereaksi kepada analisis sebagai yang dia lakukan kepada ibunya atau ayahnya
ataupun siapapun. Transferensi berarti proses pemindahan emosi-emosi yang
terpendam atau ditekan sejak awal masa kanak-kanak oleh pasien kepada terapis.
Dalam keadaan neurosis, merupakan pemuasan libido klien yang diperoleh melalui
mekanisme pengganti atau lewat kasih sayang yang melekat dan kasih sayang
pengganti. Transferensi dinilai sebagai alat yang sangat berharga bagi terapis
untuk menyelidiki ketidaksadaran pasien karena alat ini mendorong klien untuk
menghidupkan kembali berbagai pengalaman emosional dari tahun-tahun awal
kehidupannya. Teknik analisis transferensi dilakukan agar klien mampu
mengembangkan tranferensinya guna mengungkap kecemasan-kecemasan yang dialami
pada masa lalunya (masa anak-anak), sehingga terapis punya kesempatan untuk
menginterpretasi tranferen. Dan pada teknik ini terapis menggunakan sifat-sifat
netral, objektif, anonim, dan pasif serta tidak memberikan saran. Transferensi
pada tahap yang paling kritis berefek abreaksi (pelepasan tegangan emosional)
pada pasien. Efek lain yang mungkin, ada dua, yaitu positif dan negatif.
Positif: saat pasien secara terbuka mentransferkan perasaan-perasaannya
sehingga menyebabkan kelekatan, ketergantungan, bahkan cinta kepada terapis.
Negatif: saat kebencian, ketidaksabaran, dan kadang-kadang perlawanan yang
keras terhadap terapis. Dan ini dapat berefek fatal terhadap proses terapi.
3.
Analisis
Resisten
Resistensi adalah sesuatu yang
melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tidak
disadari. Selama asosiasi bebas dan analisis mimpi, klien dapat menunjukkan
ketidaksediaan untuk menghubungkan pikiran, perasaan, dan pengalaman tertentu.
Freud memandang bahwa resistensi dianggap sebagai dinamika tak sadar yang
digunakan oleh klien sebagai pertahanan terhadap kecemasan yang tidak bisa
dibiarkan, yang akan meningkat jika klien menjadi sadar atas dorongan atau
perasaan yang direpres tersebut. Analisis dan penafsiran resistensi, ditujukan
untuk membantu klien agar menyadari alasan-alasan yang ada dibalik resistensi
sehingga dia bisa menanganinya, terapis meminta klien menafsirkan resistensi.
Tujuannya adalah mencegah material-material mengancam yang akan memasuki kesadaran
klien, dengan cara mencegah klien mengungkapkan hal-hal yang tidak disadarinya.
4.
Analisis
Mimpi
Studi Freud yang mendalam tentang
mimpi melahirkan pandangan-pandangan kritisnya tentang hal ini. Baginya mimpi
merupakan perwujudan dari materi atau isi yang tidak disadari, yang memasuki
kesadaran lewat yang tersamar dan bersifat halusinasi atas keinginan-keinginan
yang terpaksa ditekan. Mimpi memiliki dua taraf, yaitu isi laten dan isi
manifes. Isi laten terdiri atas motif-motif yang disamarkan, tersembunyi,
simbolik, dan tidak disadari. Karena begitu menyakitkan dan mengancam, maka
dorongan-dorongan seksual dan perilaku agresif tak sadar ditransformasikan ke
dalam isi manifes yang lebih dapat diterima, yaitu impian yang tampil pada si
pemimpi sebagaimana adanya. Bagian teori tentang mimpi yang paling hakiki dan
vital bagi Freud adalah adanya kaitan antara distorsi mimpi dengan suatu
konflik batiniah atau semacam ketidakjujuran batiniah. Oleh karena itu Freud
mencetuskan teknik analisis mimpi. Analisis mimpi merupakan prosedur yang
penting untuk membuka hal-hal yang tidak disadari dan membantu klien untuk
memperoleh pemahaman kepada masalah-masalah yang belum terpecahkan. Selama
tidur, pertahanan-pertahanan melemah, sehingga perasaan-perasaan yang direpres
akan muncul ke permukaan, meski dalam bentuk lain. Freud memandang bahwa mimpi
merupakan “jalan istimewa menuju ketidaksadaran”, karena melalui mimpi tersebut
hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan tak sadar dapat diungkapkan.
Pada teknik ini biasanya para psikoterapis memfokuskan mimpi-mimpi yang
bersifat berulang, menakutkan dan sudah pada taraf mengganggu. Tugas terapis
adalah mengungkap makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol
yang terdapat dalam isi manifes. Di dalam proses terapi, terapis juga dapat
meminta klien untuk mengasosiasikan secara bebas sejumlah aspek isi manifes
impian untuk mengungkap makna-makna yang terselubung.
III.
TERAPI
HUMANISTIK EKSISTENSIAL
Konsep dasar teori humanis
tentang kepribadian :
Banyak sekali teori yang
mengemukakan tentang kepribadian, akan tetapi dalam pembahasan makalah ini
hanya akan membahas mengenai teori kepribadian Humanistic, Maslow, Dan Kelly.
Dalam pandangan Humanistik, manusia bertanggung jawab terhadap hidup dan
perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah sikap dan
perilaku mereka. Aliran Humanistik menyumbangkan arah yang positif dan optimis
bagi pengembangan potensi manusia, disebut sebagai yang mengembalikan hakikat
psikologi sebagai ilmu tentang manusia. Maslow menekankan bahwa individu
merupakan kesatuan yang terpadu dan terorganisasi. Kelly meyakini bahwa tidak
ada kebenaran yang objektif dan kebenaran yang mutlak absolut.
Teori humanistik berkembang sejak
tahun 1950-an sebagai teori yang menentang teori-teori psikoanalisis dan
behavioristik. Serangan humanistik terhadap dua teori ini, adalah bahwa
kedua-duanya bersifat “dehumanizing” (melecehkan nilai-nilai manusia). Teori
freud di kritik, karena memandang tingkah laku manusia didominasi atau
ditentukan oleh dorongan yang bersifat primitif, dan animalistik (hewani).
Sementara behavioristik dikritik, karena teori ini terlalu asyik denagn
penelitiannya terhadap binatang, dan memganalisis kepribadian secara
pragmentaris. Kedua teori ini dikritik, karena memandang manusia sebagai bidak
atau pion yang tak berdya dikontrol oleh lingkungan dan masa lalu, dan sedikit
sekali kemampuan untuk mengarahkan diri.
Teori humanistik dipandang
sebagai “third force” (kekuatan ketiga) dalam psikologi, dan merupakan
alternatif dari kedua kekuatan yang dewasa ini dominan (psikoanlisis dan
behavioristik). Kekuatan ketiga ini disebut humanistik karena memiliki minat
yang eksklusif terhadap tingkah laku manusia. Humanistik dapat diartikan
sebagai “Orientasi eoritis yang menekankan kualitas manusia yang unik,
khususnya terkait dengan free will (kemauan bebas) dan potensi untuk
mengembangkan dirinya.
Unsur – unsur terapi :
1. Munculnya Gangguan
Model humanistik kepribadian,
psikopatologi, dan psikoterapi awalnya menarik sebagian besar konsep-konsep
dari filsafat eksistensial, menekankan kebebasan bawaan manusia untuk memilih,
bertanggung jawab atas pilihan mereka, dan hidup sangat banyak pada saat ini.
Hidup sehat di sini dan sekarang menghadapkan kita dengan realitas eksistensial
menjadi, kebebasan, tanggung jawab, dan pilihan, serta merenungkan eksistensi
yang pada gilirannya memaksa kita untuk menghadapi kemungkinan pernah hadir
ketiadaan. Pencarian makna dalam kehidupan masing-masing individu adalah tujuan
utama dan aspirasi tertinggi. Pendekatan humanistik kontemporer psikoterapi
berasal dari tiga sekolah pemikiran yang muncul pada 1950-an, eksistensial,
Gestalt, dan klien berpusat terapi.
2. Tujuan Terapi
Pada dasarnya, tujuan terapi
eksistensial adalah:
a) Meluaskan kesadaran diri
klien.
b) Meningkatkan kesanggupan
pilihannya
3. Peran Terapis
Menurut Buhler dan Allen, para
ahli psikoterapi Humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal
berikut :
·
Mengakui
pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi
·
Menyadari
peran dan tanggung jawab terapis
·
Mengakui
sifat timbale balik dari hubungan terapeutik.
·
Berorientasi
pada pertumbuhan
·
Menekankan
keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh.
·
Mengakui
bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan akhir terletak di tangan klien.
·
Memandang
terapis sebagai model, bisa secara implicit menunjukkan kepada klien potensi
bagi tindakan kreatif dan positif.
·
Mengakui
kebebasan klien untuk mengungkapkan pandagan dan untuk mengembangkan
tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
·
Bekerja
kea rah mengurangi kebergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.
Teknik
terapi :
Kedudukan teknik adalah nomor dua dalam hal
menciptakan hubungan yang akan bisa membuat konselor bisa secara efektif
menantang dan memahami klien. Teknik-teknik yang digunakan dalam konseling
eksistensial-humanistik, yaitu:
1. Penerimaan
2. Rasa hormat
3. Memahami
4. Menentramkan
5. Memberi dorongan
6. Pertanyaan terbatas
7. Memantulkan pernyataan dan perasaan klien
8. Menunjukan sikap yang mencerminkan ikut mersakan apa yang dirasakan klien
9. Bersikap mengijinkan untuk apa saja yang bermakna.
IV.
PERSON
CENTERED THERAPY (ROGERS)
Konsep dasar pandangan rogers
tentang kepribadian :
Carl Rogers paling dikenal
sebagai pencetus terapi yang berpusat pada pribadi (person-centered therapy)
Tidak seperti Freud yang pada dasarnya merupakan seorang pakar teori dan
menjadikan terapis sebagai kegiatan sekunder, Rogers merupakan terapis yang
sempurna, namun tidak terlalu menyukai teori. Rogers lebih tertarik untuk
membantu orang lain daripada mencari tahu mengapa mereka melakukan suatu
perilaku. Ia akan lebih bertanya mengenai "bagaimana saya dapat membantu
orang ini untuk tumbuh dan berekembang?" daripada memikirkan tentang
pertanyaan "apa yang menyebabkan orang ini berkembang seperti dengan cara
seperti ini?".
Seperti kebanyakan pakar teori
kepribadian, Rogers membangun teorinya berdasarkan landasan yang diperolehnya
sebagai terapis. Tidak seperti sebagian besar pakar teori lainnya, Rogers
secara berkesinambungan melakukan penelitian empiris untuk mendukung teori
perkembangannya maupun pendekatan terapinya. Mungkin lebih dari para pakar
teori terapis lainnya, Rogers menunjukkan keseimbangan antara pemikiran yang
tidak kaku dan studi yang rasional yang dapat memperluas pengetahuan tentang
bagaimana manusia merasa dan berpikir.
Selama tahun 1950-an yang
merupakan titik tengah karirnya, Rogers diminta untuk menulis tentang apa yang
kelak akan disebut dengan teori kepribadian "yang berpusat pada
pribadi".
Pada tahun-tahun awal sekitar
tahun 1940-an, pendekatan yang dilakukan Rogers dikenal sebagai nondirective,
istilah tidak menyenangkan yang diasosiasikan dengan namanya dalam waktu yang
cukup lama. Kemudian, pendekatan tersebut memakai beragam istilah, antara lain
pendekatan yang berpusat pada klien (client-centered), yang berpusat pada
pribadi (person-centered), yang berpusat pada siswa (student-centered), yang
berpusat pada kelompok (group-centered), dan person-to-person. Namun, yang
digunakan adalah penamaan yang berpusat pada klien untuk merujuk terapi Rogers
dan istilah yang lebih luas, yaitu person-centered untuk merujuk pada teori
kepribadian Rogers.
Konsep Dasar Person-Centered
Therapy
Pendekatan person-centered therapy menekankan
pada kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan
pemecahan masalah dirinya. Terapi ini berfokus pada bagaimana membantu dan
mengarahkan klien pada pengaktualisasian diri untuk dapat mengatasi
permasalahannya dan mencapai kebahagiaan. Konsep dasar dari terapi ini adalah
hal-hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri (self) dan aktualisasi
diri.
Menurut Rogers (1959), bayi mulai
mengembangkan konsep diri yang samar saat sebagian pengalaman mereka telah
dipersonalisasikan dan dibedakan dalam kesadaran pengalaman sebagai
"aku" (I) atau "diriku" (me). Kemudian, bayi secara
bertahap menjadi sadar akan identitasnya sendiri saat mereka belajar apa yang terasa
baik dan terasa buruk, apa yang terasa menyenangkan dan tidak menyenangkan.
Selanjutnya, mereka mulai untuk mengevaluasi pengalaman mereka sebagai
pengalaman positif dan negatif, menggunakan kecenderungan aktualisasi sebagai
kriteria.
Saat bayi telah membangun
struktur diri yang mendasar, kecenderungan mereka untuk aktualisasi mulai
berkembang. Aktualisasi diri merupakan bagian dari kecenderungan aktualisasi
sehingga tidak sama dengan kecenderungan itu sendiri. Secara singkat,
aktualisasi diri adalah kecenderungan untuk
mengaktualisasikan diri sebagaimana yang dirasakan dalam kesadaran.
Rogers mengajukan dua subsistem, yaitu konsep diri (self-concept) dan diri
ideal (ideal-self).
Konsep Diri
Konsep diri meliputi seluruh
aspek dalam keberadaan dan pengalaman seseorang yang disadari oleh individu
tersebut. Konsep diri tidak identik dengan diri organismik. Bagian-bagian diri
organismik berada di luar kesadaran seseorang atau tidak dimiliki oleh orang
tersebut.
Saat manusia sudah membentuk
konsep dirinya, ia akan menemukan kesulitan dalam menerima perubahan dan
pembelajaran yang penting. Pengalaman yang tidak konsisten dengan konsep diri
mereka biasanya disangkal atau hanya diterima dengan bentuk yang telah
didistorsi atau diubah.
Diri Ideal
Diri ideal didefinisikan sebagai
pandangan seseorang atas diri sebagaimana yang diharapkannya. Diri ideal
meliputi semua atribut, biasanya yang positif, yang ingin dimiliki oleh
seseorang. Perbedaan yang besar antara diri ideal dengan konsep diri
mengindikasikan inkongruensi dan merupakan kepribadian yang tidak sehat.
Individu yang sehat secara psikologis akan mellihat sedikit perbedaan antara
konsep dirinya dengan apa yang mereka inginkan secara ideal.
Unsur – unsur terapi :
1. Munculnya Gangguan
Hambatan atas pertumbuhan
psikologis terjadi saat seseorang mengalami penghargaan bersyarat, inkongruensi, sikap defensif, dan
disorganisasi.
Penghargaan bersyarat dapat
berakibat pada kerentanan, kecemasan, dan ancaman serta menghambat manusia dari
merasakan penerimaan positif yang tidak bersyarat. Inkongruensi berkembang saat
diri orgasmik dan diri yang dirasakan tidak selaras. Saat diri organismik dan
diri yang dirasakan tidak kongruen, manusia cenedrung menjadi defensif serta
menggunakan distorsi dan penyangkalan sebagai usaha untuk mengurangi
inkongruensi. Manusia yang mengalami disorganisasi saat distorsi dan
penyangkalan tidak cukup untuk menahan inkongruensi. Orang-orang yang cenderung
tidak menyadari inkongruensi mereka, memungkinkan untuk merasa lebih cemas,
terancam, dan defensif.
2. Tujuan Terapi
Rogers (1980) memberikan penjelasan sesuai
dengan logika bahwa ketika seseorang merasakan sendiri bahwa mereka dihargai
dan diterima tanpa syarat, mereka menyadari bahwa mungkin untuk pertama kalinya
mereka dapat dicintai. Sehingga, tujuan dari person-centered therapy adalah
untuk membuat klien/pribadi seseorang dapat menghargai dan menerima diri mereka
sendiri dan untuk mempunyai penerimaan positif yang tidak bersyarat terhadap
diri mereka.
3. Peran Terapis
Dalam pandangan Rogers, konselor
lebih banyak berperan sebagai partner klien dalam memecahkan masalahnya. Dalam
hubungan konseling, konselor ini lebih banyak memberikan kesempatan kepada
klien untuk mengungkapkan segala permasalahan, perasaan dan persepsinya, dan
konselor merefleksikan segala yang diungkapkan oleh klien.
Agar peran ini dapat
dipertahankan dan tujuan dapat dicapai, maka konselor perlu menciptakan iklim
atau kondisi yang mampu menumbuhkan hubungan konseling.
Selain peranan diatas, peranan
utama konselor adalah menyiapkan suasana agar potensi dan kemampuan yang pada
dasarnya ada pada diri klien itu berkembang secara optimal, dengan cara
menciptakan hubungan konseling yang hangat. Dalam suasana yang demikian, konselor
merupakan agen pembangunan yang mendorong terjadinya perubahan pada diri klien
tanpa konselor sendiri banyak masuk dan terlibat langsung dalam proses
perubahan tersebut.
Teknik terapi :
Secara garis besar, teknik-teknik
dalam person-centered therapy adalah:
1. Konselor menciptakan suasana
komunikasi antar pribadi yang merealisasikan segala kondisi
2. Konselor menjadi seorang
pendengar yang sabar dan peka serta dapat meyakinkan klien bahwa dia diterima
dan dipahami
3. Konselor memungkinkan klien
untuk mengungkapkan seluruh perasaannya secara jujur, lebih memahami diri
sendiri, dan mengembangkan suatu tujuan perubahan dalam diri sendiri dan
perilakunya.