Selasa, 14 Maret 2017

Contoh kasus self centered therapy

Contoh kasus :
Rahma adalah siswa SMA Negeri favorit di Jakarta. Dia anak yang cerdas dengan kelebihan pada mata pelajaran eksakta yang diatas rata-rata, namun rahma memiliki keterbatasan secara fisik, yakni kakinya tidak sempurna atau pincang. Kepincangan kaki rahma akibat kecelakaan motor yang terjadi pada saat rahma SMP. Hal ini yang mengusik cita-citanya untuk menjadi polwan di kemudian hari. Di lingkungan yang baru ini (SMA), rahma seringkali mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari teman-temannya, diolok-olok “pincang”, disakiti dan dijauhi. Dengan kondisi seperti ini, rahma hanya mau bergaul dengan orang yang dianggapnya nyaman untuk dirinya dan dengan orang-orang yang mau mendekatinya. Dengan berbagai permasalahan tersebut tentu sangat mempengaruhi keadaan psikologis rahma yang sempat berencana untuk berhenti sekolah.

Teknik therapy :
Konselor menciptakan suasana konseling senyaman mungkin supaya membuat klien bisa mengungkapan dan mengkomunikasikan penerimaan, respek dan pengertian serta berbagai upaya untuk meyakinkan klien supaya bisa menumpahkan segala persaannya dengan jujur, serta mendorong klien secara perlahan-lahan pada pemahaman terhadap apa yang ada dibalik itu semua.

psikoterapi



I.                    PSIKOTERAPI

Pengertian Psikoterapi :
Psikoterapi adalah usaha penyembuhan untuk masalah yang berkaitan dengan pikiran, perasaan dan perilaku. Psikoterapi (Psychotherapy) berasal dari dua kata, yaitu "Psyche" yang artinya jiwa, pikiran atau mental dan "Therapy" yang artinya penyembuhan, pengobatan atau perawatan. Oleh karena itu, psikoterapi disebut juga dengan istilah terapi kejiwaan, terapi mental, atau terapi pikiran.

Tujuan Psikoterapi
1.      Mengubah, mengurangi, atau menghapus gejala dan gangguan psikologis.
2.      Mengatasi gangguan pada pola perilaku.
3.      Meningkatkan tumbuh dan berkembangnya kepribadian individu yang positif.
4.      Menguatkan motivasi dalam diri klien untuk konsisten melakukan hal-hal yang positif.
5.      Menghapus atau mengurangi tekanan emosional. Mengembangkan potensi dalam diri klien.
6.      Memperbaiki kebiasaan buruk klien agar menjadi lebih baik.
7.      Modifikasi struktur kognisi klien.
8.      Mendapatkan pengetahuan tentang diri.
9.      Mengembangkan kemampuan dalam berkomunikasi dan melakukan interaksi sosial.
10.  Meningkatkan kemampuan dalam pengambilan keputusan.
11.  Membantu meyembuhkan penyakit fisik melalui terapi psikologis.
12.  Meningkatkan kesadaran diri. Membangun ketegaran dan kemandirian untuk menghadapi masalah.

Unsur psikoterapi
Masserman (Karasu 1984) telah melaporkan tujuh “parameter pengaruh” dasar yang mencakup unsur-unsur lazim pada semua jenis psikoterapi. Dalam hal ini termasuk :
1.      Peran sosial (martabat) psikoterapis,
2.      Hubungan (persekutuan terapeutik),
3.      Hak,
4.      Retrospeksi,
5.      Re-edukasi,
6.      Rehabilitasi,
7.       Resosialisasi dan rekapitulasi.

Unsur – unsur psikoterapeutik dapat dipilih untuk masing-masing pasien dan dimodifikasi dengan berlanjutnya terapi. Ciri-ciri ini dapat diubah dengan berubahnya tujuan terapeutik, keadaan mental dan kebutuuhan pasien.

-   Perbedaan antara psikoterapi dan konseling
1.  Konseling dan psikoterapi dipandang berbeda dari lingkup pengertian antara keduanya.
2.        Konseling berfokus pasa masalah pengembangan, pendidikan dan pencegahan pada klien. Sedangkan psikoterapi lebih memfokus pada masalah penyembyhan, penyesuaian dan pengobatan.
3.        Konseling dijalankan atas dasar (dijiwai) oleh falsafah atau pandangan terhadap manusia, sedangkan psikoterapi  dijalankan berdasarkan ilmu atau teori kepribadian dan psikopatologi.

-   Pendekatan terhadap mental illnes
Menurut J.P. Chaplin  ada beberapa pendekatan psikoterapi terhadap mental illness, diantaranya:
a)      Biological
Meliputi keadaan mental organik, penyakit afektif, psikosis dan penyalahgunaan zat. Menurut Dr. John Grey, Psikiater Amerika (1854) pendekatan ini lebih manusiawi. Pendapat yang berkembang waktu itu adalah penyakit mental disebabkan karena kurangnya insulin.
b)     Psychological
Meliputi suatu peristiwa pencetus dan efeknya terhadap perfungsian yang buruk, sekuel pasca-traumatic, kesedihan yang tak terselesaikan, krisis perkembangan, gangguan pikiran dan respon emosional penuh stres yang ditimbulkan. Selain itu pendekatan ini juga meliputi pengaruh sosial, ketidakmampuan individu berinteraksi dengan lingkungan dan hambatan pertumbuhan sepanjang hidup individu.
c)      Sosiological
Meliputi kesukaran pada sistem dukungan sosial, makna sosial atau budaya dari gejala dan masalah keluarga. Dalam pendekatan ini harus mempertimbangkan pengaruh proses-proses sosialisasi yang berlatarbelakangkan kondisi sosio-budaya tertentu.
d)     Philosophic
Kepercayaan terhadap martabat dan harga diri seseorang dan kebebasan diri seseorang untuk menentukan nilai dan keinginannya. Dalam pendekatan ini dasar falsafahnya tetap ada, yakni menghagai sistem nilai yang dimiliki oleh klien, sehingga tidak ada istilah keharusan atau pemaksaan.

II.                 TERAPI PSIKOANALISIS

Konsep dasar teori psikoanalisis tentang kepribadian:
Sigmund Freud mengemukakan tiga struktur spesifik kepribadian yaitu Id, Ego dan Superego. Ketiga struktur tersebut diyakininya terbentuk secara mendasar pada usia tujuh tahun. Struktur ini dapat ditampilkan secara diagramatik dalam kaitannya dengan aksesibilitas bagi kesadaran atau jangkauan kesadaran individu. Id merupakan libido murni atau energi psikis yang bersifat irasional. Id merupakan sebuah keinginan yang dituntun oleh prinsip kenikmatan dan berusaha untuk memuaskan kebutuhan ini.

Unsur unsur terapi psikoanalisis :
1.      Muncul Gangguan
Psikoterapi berupaya untuk memunculkan penyebab masalah atau gangguan itu muncul melalui intervensi yang ditinjau dari lingkungan, kepribadian, faktor ekonomi, afeksi, komunikasi interpesonal dan lain sebagainya. Dengan usaha lebih mengenal penyebab gangguan itu muncul klien dapat memperkuat diri agar terhindar dari resiko yang tinggi dengan modifikasi interaksi terhdap lingkungannya.
2.      Tujuan Terapi
Membentuk kembali struktur karakter individu dengan jalan membuat kesadaran yang tak disadari didalam diri klien   Focus pada upaya mengalami kembali pengalaman masa anak-anak.
3.      Peran Terapi
Membantu klien dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal dalam menangani kecemasan secara realistis
Membangun hubungan kerja dengan klien, dengan banyak mendengar dan menafsirkan
Terapis memberikan perhatian khusus pada penolakan klien
Mendengarkan kesenjangan dan pertentangan pada cerita klien

Teknik- teknik terapi:
1.      Free Association
Free Association sebagai teknik utama dalam psikoanalisis. Salah satu pasien Freud, menyebut metode free association sebagai “penyembuhan dengan bicara”. Maksudnya suatu metode terapi yang dirancang untuk memberikan kebebasan secara total kepada pasien dalam mengungkapkan segala apa yang terlintas dibenaknya, termasuk mimpi-mimpi, berbagai fantasi, dan hal-hal konflik dalam dirinya tanpa diagenda, dikomentari, ataupun banyak dipotong, apalagi disensor. Asosiasi bebas merupakan suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lampau dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatis masa lalu, yang kemudian dikenal dengan katarsis. Asosiasi merupakan salah satu dari peralatan dasar sebagai pembuka pintu keinginan, khayalan, konflik, serta motivasi yang tidak disadari. Dalam tehnik ini Freud menggunakan Hipnotis untuk mendapatkan data-data dari klien mengenai hal-hal yang dia pikirkan dialam bawah sadarnya, dengan tehnik ini klien dapat mengutarakan apapun yang dia rasakan tanpa ada yang disembunyikan sehingga psikoterapis dapat menganalisis masalah apa yang sebenarnya terjadi pada klien. Penerapan metode ini dilakukan dengan posisi klien berbaring diatas dipan/sofa sementara terapis duduk dibelakangnya, sehingga tidak mengalihkan perhatian klien pada saat-saat asosiasinya mengalir dengan bebas. Dalam hal ini terapis fokus bertugas untuk mendengarkan, mencatat, menganalisis bahan yang direpres, memberitahu/membimbing pasien memperoleh insight (dinamika yang mendasari perilaku yang tidak disadari).

2.      Analisis Transference
Transferensi adalah pengalihan sikap, perasaan dan khayalan pasien. Transferensi muncul dengan sendirinya dalam proses terapeutik pada saat dimana kegiatan-kegiatan klien masa lalu yang tak terselesaikan dengan orang lain, menyebabkan dia mengubah masa kini dan mereaksi kepada analisis sebagai yang dia lakukan kepada ibunya atau ayahnya ataupun siapapun. Transferensi berarti proses pemindahan emosi-emosi yang terpendam atau ditekan sejak awal masa kanak-kanak oleh pasien kepada terapis. Dalam keadaan neurosis, merupakan pemuasan libido klien yang diperoleh melalui mekanisme pengganti atau lewat kasih sayang yang melekat dan kasih sayang pengganti. Transferensi dinilai sebagai alat yang sangat berharga bagi terapis untuk menyelidiki ketidaksadaran pasien karena alat ini mendorong klien untuk menghidupkan kembali berbagai pengalaman emosional dari tahun-tahun awal kehidupannya. Teknik analisis transferensi dilakukan agar klien mampu mengembangkan tranferensinya guna mengungkap kecemasan-kecemasan yang dialami pada masa lalunya (masa anak-anak), sehingga terapis punya kesempatan untuk menginterpretasi tranferen. Dan pada teknik ini terapis menggunakan sifat-sifat netral, objektif, anonim, dan pasif serta tidak memberikan saran. Transferensi pada tahap yang paling kritis berefek abreaksi (pelepasan tegangan emosional) pada pasien. Efek lain yang mungkin, ada dua, yaitu positif dan negatif. Positif: saat pasien secara terbuka mentransferkan perasaan-perasaannya sehingga menyebabkan kelekatan, ketergantungan, bahkan cinta kepada terapis. Negatif: saat kebencian, ketidaksabaran, dan kadang-kadang perlawanan yang keras terhadap terapis. Dan ini dapat berefek fatal terhadap proses terapi.

3.      Analisis Resisten
Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tidak disadari. Selama asosiasi bebas dan analisis mimpi, klien dapat menunjukkan ketidaksediaan untuk menghubungkan pikiran, perasaan, dan pengalaman tertentu. Freud memandang bahwa resistensi dianggap sebagai dinamika tak sadar yang digunakan oleh klien sebagai pertahanan terhadap kecemasan yang tidak bisa dibiarkan, yang akan meningkat jika klien menjadi sadar atas dorongan atau perasaan yang direpres tersebut. Analisis dan penafsiran resistensi, ditujukan untuk membantu klien agar menyadari alasan-alasan yang ada dibalik resistensi sehingga dia bisa menanganinya, terapis meminta klien menafsirkan resistensi. Tujuannya adalah mencegah material-material mengancam yang akan memasuki kesadaran klien, dengan cara mencegah klien mengungkapkan hal-hal yang tidak disadarinya.

4.      Analisis Mimpi
Studi Freud yang mendalam tentang mimpi melahirkan pandangan-pandangan kritisnya tentang hal ini. Baginya mimpi merupakan perwujudan dari materi atau isi yang tidak disadari, yang memasuki kesadaran lewat yang tersamar dan bersifat halusinasi atas keinginan-keinginan yang terpaksa ditekan. Mimpi memiliki dua taraf, yaitu isi laten dan isi manifes. Isi laten terdiri atas motif-motif yang disamarkan, tersembunyi, simbolik, dan tidak disadari. Karena begitu menyakitkan dan mengancam, maka dorongan-dorongan seksual dan perilaku agresif tak sadar ditransformasikan ke dalam isi manifes yang lebih dapat diterima, yaitu impian yang tampil pada si pemimpi sebagaimana adanya. Bagian teori tentang mimpi yang paling hakiki dan vital bagi Freud adalah adanya kaitan antara distorsi mimpi dengan suatu konflik batiniah atau semacam ketidakjujuran batiniah. Oleh karena itu Freud mencetuskan teknik analisis mimpi. Analisis mimpi merupakan prosedur yang penting untuk membuka hal-hal yang tidak disadari dan membantu klien untuk memperoleh pemahaman kepada masalah-masalah yang belum terpecahkan. Selama tidur, pertahanan-pertahanan melemah, sehingga perasaan-perasaan yang direpres akan muncul ke permukaan, meski dalam bentuk lain. Freud memandang bahwa mimpi merupakan “jalan istimewa menuju ketidaksadaran”, karena melalui mimpi tersebut hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan tak sadar dapat diungkapkan. Pada teknik ini biasanya para psikoterapis memfokuskan mimpi-mimpi yang bersifat berulang, menakutkan dan sudah pada taraf mengganggu. Tugas terapis adalah mengungkap makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol yang terdapat dalam isi manifes. Di dalam proses terapi, terapis juga dapat meminta klien untuk mengasosiasikan secara bebas sejumlah aspek isi manifes impian untuk mengungkap makna-makna yang terselubung.

III.               TERAPI HUMANISTIK EKSISTENSIAL
Konsep dasar teori humanis tentang kepribadian :
Banyak sekali teori yang mengemukakan tentang kepribadian, akan tetapi dalam pembahasan makalah ini hanya akan membahas mengenai teori kepribadian Humanistic, Maslow, Dan Kelly. Dalam pandangan Humanistik, manusia bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah sikap dan perilaku mereka. Aliran Humanistik menyumbangkan arah yang positif dan optimis bagi pengembangan potensi manusia, disebut sebagai yang mengembalikan hakikat psikologi sebagai ilmu tentang manusia. Maslow menekankan bahwa individu merupakan kesatuan yang terpadu dan terorganisasi. Kelly meyakini bahwa tidak ada kebenaran yang objektif dan kebenaran yang mutlak absolut.
Teori humanistik berkembang sejak tahun 1950-an sebagai teori yang menentang teori-teori psikoanalisis dan behavioristik. Serangan humanistik terhadap dua teori ini, adalah bahwa kedua-duanya bersifat “dehumanizing” (melecehkan nilai-nilai manusia). Teori freud di kritik, karena memandang tingkah laku manusia didominasi atau ditentukan oleh dorongan yang bersifat primitif, dan animalistik (hewani). Sementara behavioristik dikritik, karena teori ini terlalu asyik denagn penelitiannya terhadap binatang, dan memganalisis kepribadian secara pragmentaris. Kedua teori ini dikritik, karena memandang manusia sebagai bidak atau pion yang tak berdya dikontrol oleh lingkungan dan masa lalu, dan sedikit sekali kemampuan untuk mengarahkan diri.
Teori humanistik dipandang sebagai “third force” (kekuatan ketiga) dalam psikologi, dan merupakan alternatif dari kedua kekuatan yang dewasa ini dominan (psikoanlisis dan behavioristik). Kekuatan ketiga ini disebut humanistik karena memiliki minat yang eksklusif terhadap tingkah laku manusia. Humanistik dapat diartikan sebagai “Orientasi eoritis yang menekankan kualitas manusia yang unik, khususnya terkait dengan free will (kemauan bebas) dan potensi untuk mengembangkan dirinya.

Unsur – unsur terapi :
1. Munculnya Gangguan
Model humanistik kepribadian, psikopatologi, dan psikoterapi awalnya menarik sebagian besar konsep-konsep dari filsafat eksistensial, menekankan kebebasan bawaan manusia untuk memilih, bertanggung jawab atas pilihan mereka, dan hidup sangat banyak pada saat ini. Hidup sehat di sini dan sekarang menghadapkan kita dengan realitas eksistensial menjadi, kebebasan, tanggung jawab, dan pilihan, serta merenungkan eksistensi yang pada gilirannya memaksa kita untuk menghadapi kemungkinan pernah hadir ketiadaan. Pencarian makna dalam kehidupan masing-masing individu adalah tujuan utama dan aspirasi tertinggi. Pendekatan humanistik kontemporer psikoterapi berasal dari tiga sekolah pemikiran yang muncul pada 1950-an, eksistensial, Gestalt, dan klien berpusat terapi.
2. Tujuan Terapi
Pada dasarnya, tujuan terapi eksistensial adalah:
a) Meluaskan kesadaran diri klien.
b) Meningkatkan kesanggupan pilihannya
3. Peran Terapis
Menurut Buhler dan Allen, para ahli psikoterapi Humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut :
·         Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi
·         Menyadari peran dan tanggung jawab terapis
·         Mengakui sifat timbale balik dari hubungan terapeutik.
·         Berorientasi pada pertumbuhan
·         Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh.
·         Mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan akhir terletak di tangan klien.
·         Memandang terapis sebagai model, bisa secara implicit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif.
·         Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandagan dan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
·         Bekerja kea rah mengurangi kebergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.     

Teknik terapi :
Kedudukan teknik adalah nomor dua dalam hal menciptakan hubungan yang akan bisa membuat konselor bisa secara efektif menantang dan memahami klien. Teknik-teknik yang digunakan dalam konseling eksistensial-humanistik, yaitu:
1. Penerimaan
2. Rasa hormat
3. Memahami
4. Menentramkan
5. Memberi dorongan
6. Pertanyaan terbatas
7. Memantulkan pernyataan dan perasaan klien
8. Menunjukan sikap yang mencerminkan ikut mersakan apa yang dirasakan klien
9. Bersikap mengijinkan untuk apa saja yang bermakna.

IV.              PERSON CENTERED THERAPY (ROGERS)
Konsep dasar pandangan rogers tentang kepribadian :
Carl Rogers paling dikenal sebagai pencetus terapi yang berpusat pada pribadi (person-centered therapy) Tidak seperti Freud yang pada dasarnya merupakan seorang pakar teori dan menjadikan terapis sebagai kegiatan sekunder, Rogers merupakan terapis yang sempurna, namun tidak terlalu menyukai teori. Rogers lebih tertarik untuk membantu orang lain daripada mencari tahu mengapa mereka melakukan suatu perilaku. Ia akan lebih bertanya mengenai "bagaimana saya dapat membantu orang ini untuk tumbuh dan berekembang?" daripada memikirkan tentang pertanyaan "apa yang menyebabkan orang ini berkembang seperti dengan cara seperti ini?".

Seperti kebanyakan pakar teori kepribadian, Rogers membangun teorinya berdasarkan landasan yang diperolehnya sebagai terapis. Tidak seperti sebagian besar pakar teori lainnya, Rogers secara berkesinambungan melakukan penelitian empiris untuk mendukung teori perkembangannya maupun pendekatan terapinya. Mungkin lebih dari para pakar teori terapis lainnya, Rogers menunjukkan keseimbangan antara pemikiran yang tidak kaku dan studi yang rasional yang dapat memperluas pengetahuan tentang bagaimana manusia merasa dan berpikir.

Selama tahun 1950-an yang merupakan titik tengah karirnya, Rogers diminta untuk menulis tentang apa yang kelak akan disebut dengan teori kepribadian "yang berpusat pada pribadi".

Pada tahun-tahun awal sekitar tahun 1940-an, pendekatan yang dilakukan Rogers dikenal sebagai nondirective, istilah tidak menyenangkan yang diasosiasikan dengan namanya dalam waktu yang cukup lama. Kemudian, pendekatan tersebut memakai beragam istilah, antara lain pendekatan yang berpusat pada klien (client-centered), yang berpusat pada pribadi (person-centered), yang berpusat pada siswa (student-centered), yang berpusat pada kelompok (group-centered), dan person-to-person. Namun, yang digunakan adalah penamaan yang berpusat pada klien untuk merujuk terapi Rogers dan istilah yang lebih luas, yaitu person-centered untuk merujuk pada teori kepribadian Rogers.
Konsep Dasar Person-Centered Therapy
 Pendekatan person-centered therapy menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Terapi ini berfokus pada bagaimana membantu dan mengarahkan klien pada pengaktualisasian diri untuk dapat mengatasi permasalahannya dan mencapai kebahagiaan. Konsep dasar dari terapi ini adalah hal-hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri (self) dan aktualisasi diri.

Menurut Rogers (1959), bayi mulai mengembangkan konsep diri yang samar saat sebagian pengalaman mereka telah dipersonalisasikan dan dibedakan dalam kesadaran pengalaman sebagai "aku" (I) atau "diriku" (me). Kemudian, bayi secara bertahap menjadi sadar akan identitasnya sendiri saat mereka belajar apa yang terasa baik dan terasa buruk, apa yang terasa menyenangkan dan tidak menyenangkan. Selanjutnya, mereka mulai untuk mengevaluasi pengalaman mereka sebagai pengalaman positif dan negatif, menggunakan kecenderungan aktualisasi sebagai kriteria.

Saat bayi telah membangun struktur diri yang mendasar, kecenderungan mereka untuk aktualisasi mulai berkembang. Aktualisasi diri merupakan bagian dari kecenderungan aktualisasi sehingga tidak sama dengan kecenderungan itu sendiri. Secara singkat, aktualisasi diri adalah kecenderungan untuk  mengaktualisasikan diri sebagaimana yang dirasakan dalam kesadaran. Rogers mengajukan dua subsistem, yaitu konsep diri (self-concept) dan diri ideal (ideal-self).

Konsep Diri
Konsep diri meliputi seluruh aspek dalam keberadaan dan pengalaman seseorang yang disadari oleh individu tersebut. Konsep diri tidak identik dengan diri organismik. Bagian-bagian diri organismik berada di luar kesadaran seseorang atau tidak dimiliki oleh orang tersebut.

Saat manusia sudah membentuk konsep dirinya, ia akan menemukan kesulitan dalam menerima perubahan dan pembelajaran yang penting. Pengalaman yang tidak konsisten dengan konsep diri mereka biasanya disangkal atau hanya diterima dengan bentuk yang telah didistorsi atau diubah.

Diri Ideal
Diri ideal didefinisikan sebagai pandangan seseorang atas diri sebagaimana yang diharapkannya. Diri ideal meliputi semua atribut, biasanya yang positif, yang ingin dimiliki oleh seseorang. Perbedaan yang besar antara diri ideal dengan konsep diri mengindikasikan inkongruensi dan merupakan kepribadian yang tidak sehat. Individu yang sehat secara psikologis akan mellihat sedikit perbedaan antara konsep dirinya dengan apa yang mereka inginkan secara ideal.

Unsur – unsur terapi :
1. Munculnya Gangguan
Hambatan atas pertumbuhan psikologis terjadi saat seseorang mengalami penghargaan bersyarat,  inkongruensi, sikap defensif, dan disorganisasi.
Penghargaan bersyarat dapat berakibat pada kerentanan, kecemasan, dan ancaman serta menghambat manusia dari merasakan penerimaan positif yang tidak bersyarat. Inkongruensi berkembang saat diri orgasmik dan diri yang dirasakan tidak selaras. Saat diri organismik dan diri yang dirasakan tidak kongruen, manusia cenedrung menjadi defensif serta menggunakan distorsi dan penyangkalan sebagai usaha untuk mengurangi inkongruensi. Manusia yang mengalami disorganisasi saat distorsi dan penyangkalan tidak cukup untuk menahan inkongruensi. Orang-orang yang cenderung tidak menyadari inkongruensi mereka, memungkinkan untuk merasa lebih cemas, terancam, dan defensif.
2. Tujuan Terapi
 Rogers (1980) memberikan penjelasan sesuai dengan logika bahwa ketika seseorang merasakan sendiri bahwa mereka dihargai dan diterima tanpa syarat, mereka menyadari bahwa mungkin untuk pertama kalinya mereka dapat dicintai. Sehingga, tujuan dari person-centered therapy adalah untuk membuat klien/pribadi seseorang dapat menghargai dan menerima diri mereka sendiri dan untuk mempunyai penerimaan positif yang tidak bersyarat terhadap diri mereka.
3. Peran Terapis
Dalam pandangan Rogers, konselor lebih banyak berperan sebagai partner klien dalam memecahkan masalahnya. Dalam hubungan konseling, konselor ini lebih banyak memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan segala permasalahan, perasaan dan persepsinya, dan konselor merefleksikan segala yang diungkapkan oleh klien.

Agar peran ini dapat dipertahankan dan tujuan dapat dicapai, maka konselor perlu menciptakan iklim atau kondisi yang mampu menumbuhkan hubungan konseling.
Selain peranan diatas, peranan utama konselor adalah menyiapkan suasana agar potensi dan kemampuan yang pada dasarnya ada pada diri klien itu berkembang secara optimal, dengan cara menciptakan hubungan konseling yang hangat. Dalam suasana yang demikian, konselor merupakan agen pembangunan yang mendorong terjadinya perubahan pada diri klien tanpa konselor sendiri banyak masuk dan terlibat langsung dalam proses perubahan tersebut.

Teknik terapi :
Secara garis besar, teknik-teknik dalam person-centered therapy adalah:
1. Konselor menciptakan suasana komunikasi antar pribadi yang merealisasikan segala kondisi
2. Konselor menjadi seorang pendengar yang sabar dan peka serta dapat meyakinkan klien bahwa dia diterima dan dipahami
3. Konselor memungkinkan klien untuk mengungkapkan seluruh perasaannya secara jujur, lebih memahami diri sendiri, dan mengembangkan suatu tujuan perubahan dalam diri sendiri dan perilakunya.